Sabtu, 29 Februari 2020

Kerajaan ternate dan tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Ternate

         Bendera Ternate

       Lambang Ternate

Sejarah Kerajaan Ternate
  Pada abad ke- 14 dalam kitab Negarakertagama, karya Mpu Prapanca 135 M yang disebut Maluku dibedakan dengan Ambon,yaitu Ternate.Ternate menjalin hubungan pelayaran dan perdagangan antara pelabuhan-pelabuhan dengan kerajaan majapahit. Masa pemerintahan Raja Marhum terdapat seorang muslim yang mengajarkan Al-Quran serta mengajarkan Bahasa Arab, tetapi belum ke masa yang berkembang. Perkembangan baru terjadi pada masa Raja Cico atau putranya Gopi Baguna dan bersama Zainulabidin pergi ke Jawa belajar masuk agama betul , iman islam, Tauhid Marifat Islam.
Hubungan perdagangan Maluku dengan  jawa, mengalami kemajuan dibidang ekonomi dan politik. Datangnya orang portugis yang memecahkan daerah” ternate. Dengan keadaan terpecahnya daerah ternate orang” spanyol berkesempatan menyerang ternate dan berhasil. merebut benteng Gamulamu di Ternate tahun 1606. Sultan ternate pada waktu itu Sahid Barkat ditangkap dan diminta agar menyerahkan semua benteng-benteng yang ada kepada sekutunya, agar tawanna orang-orang Kristen dibebaskan, kemudia raja Ternate itu diasingkan dnegan putra-putranya serta kaicil-kaicil dibawa ke Manila. Dengan munculnya VOC Belanda didaerah Maluku berarti kerajaan-kerajaan didaerah itu menghadapi monopoli ekonomi-perdagangan dan pengaruh politik kolonialisme.

Silsilah Kerajaan Ternate
  Berikut ini beberapa kolano atau kesultanan yang pernah berkuasa di Ternate. Yang Data berikut belum lengkap, karena masih banyak nama Sultan ang belum tercantum. Urutan-urutan nama sultan disesuaikan dengan urutannya menjadi sultan.
Kolano Baab Mashur Malamo (1257-1272)
Kolano Cili Aiya (1322-1331)
Kolano Marhum (1465-1486)
Sultan Zainal Abidin (1486-1500)
Sultan Bayanullah (1500-1521)
Pangeran Taruwese
Pangeran Tabarij
Sultan Khairun (1534-1570)
Sultan Baabullah (1570-153)
--- Sultan Mandar Syah (1648-1650)
--- Sultan Manila (1650-1655)
--- Sultan Mandar Syah (1655-1675)
--- Sultan Sibori (1675-1691)
--- Sultan Muhammad Usman (1696-1927)
Sultan Muhammad Jaber Syah
Sultan Mudaffar Syah (1975-sekarang)

Periode Pemerintahan
     Ternate mencapai masa jaya pada paruh kedua abad ke-16 M, di masa pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583)
     Ternate memiliki armada militer yang tangguh sebagai bukti keberhasilan kerajaan mereka mengalahkan penjajah portugis.
     Kejayaan kerajaan ternate telah berakhir, seiring dengan mundurnya Sultan Mandar Syah.
     Saat ini, kerajaan Ternate telah berdiri lebih dari 750 tahun walaupun keberadaannya tak lebih dari simbol belaka.

Wilayah Kekuasaan
  Pada masa awal berdirinya, kekuasan kerajaan Ternate hanya mencakup beberapa kampung di pulau Ternate. Seiring pperkembangan, Ternate semakin maju dan mencapai masa jayanya diabad ke- 16. Saat itu kekuasaan kerajaan Ternate mencakup wilayah Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, dan Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara, Selatan Kepualauan Filipina (Mindanau), dan kepualauan Marshall di Pasifik.

Struktur  Pemerintahan Ternate
     Ternate kerajaan yang bermula hanya dari beberapa kampung dan bersatu menjadi sebuah kerajaan. Dan kemudian memeluk islam dan julukan pemimpin dirubah menjadi sultan dan membentuk Jogugu (Pedana Menteri) dan penasehat raja yang disebut Fala Raha (empat rumah), dan Jabatan lain yang dibentuk untuk membantu tugas sultan adalah Bobato Nyagimoi (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, dan Sangaji.

Kehidupan Sosial Budaya Ternate
  Ternate merupakan daerah yang terkenal penghasil rempah-rempah. Penduduk yang bertani adalah mereka yang tinggal di kawasan perbukitan, mereka mnanam cengkeh, pala, kayu manis dan kenari. Penduduknya menanam kelapa. Masyarakat yang bermukim di pinggir pantai banyak juga yang menjadi nelayan., orang-orang Ternarte juga banyak yang menjadi pedagang. Makanan utama orang Ternate adalah beras, sagu, atau ubi kayu (singkong) yang diolah khusus, dikenala dengan nama Huda,bentuknya  mirip dengan irisan roti. Dari singkong, orang Ternate juga membuat papeda. Beras yang dikonsumsi masyarakat Ternate dari pulau Halmahera, Makasar, dan Manado.
peninggalan Ternate tidak sebanding dengan kebesaran namanya.
     Tidak  ada warisan intelektual, arsitektur ataupun seni berkualitas tinggi yang ditinggalkannya. Satu-satunya warisan sastra yang ditinggalkan hanyalah dolo bololo se dalil moro. Sastra ini berbentuk puisi, peribahasa, ibarat, yang kebanyakannya berisi pendidikan moral tradisisonal.

Runtuhnya Kerajaan Ternate
     Ternate dan Tidore mengalami kemunduran setelah jatuh ke tangan VOC, walaupun pada awalnya dapat mengusir portugis dari tanah Ternate dan Tidore. Setelah Sultan Nuku meninggal (1805), tidak ada lagi perlawanan yang kuat menentang VOC, maka mulailah VOC memperkokoh kekuasaannya kembali di Maluku.
     Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak–tanduk Belanda yang semena-mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen  Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Kerajaan Tidore

Sejarah kerajaan Tidore
     Tidore merupakan salah satu pulau yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku. Sebelum Islam datang, Tidore dikenal dengan nama Kie Duko, yang berarti pulau yang bergunung api. Menurut catatan Kesultanan Tidore, kerajaan ini berdiri sejak Jou Kolano Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul Awal 502 H (1108 M). Asal usul Sahjati bisa dirunut dari kisah kedatangan Djafar Noh dari negeri Maghribi di Tidore.
Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Bunga Mabunga Balibung, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan.         Tempat tersebut adalah Balibunga.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar sultan.Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara.

Silsilah Kerajaan Tidore
     Dari sejak awal berdirinya hingga saat ini, telah berkuasa 38 orang sultan di Tidore. Saat ini, yang berkuasa adalah Sultan Hi. Djafar Syah. (nama dan silsilah para sultan lainnya, dari awal hingga yang ke-37 masih dalam proses pengumpulan data).
     Wilayah Kekuasaan Kerajaan Tidore
Pada masa kejayaannya, wilayah kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Kepulauan Pasifik. 
     Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram. Di Kepulauan Pasifik, kekuasaan Tidore mencakup Mikronesia, Kepulauan Marianas, Marshal, Ngulu, Kepulauan Kapita Gamrange, Melanesia, Kepulauan Solomon dan beberapa pulau yang masih menggunakan identitas Nuku, seperti Nuku Haifa, Nuku Oro, Nuku Maboro dan Nuku Nau. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore adalah Haiti dan Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Fetau, Nuku Wange dan Nuku Nono.

Struktur Pemerintahan Kerajaan Tidore
  Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Menariknya, Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya di kawasan Nusantara. Seleksi sultan dilakukan melalui mekanisme seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano Folaraha (wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Yade, Fola Ake Sahu, Fola Rum dan Fola Bagus.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Tidore
     Masyarakat di Kesultanan Tidore merupakan penganut agama Islam yang taat, dan Tidore sendiri telah menjadi pusat pengembangan agama Islam di kawasan kepulauan timur Indonesia sejak dulu kala. Karena kuatnya pengaruh agama Islam dalam kehidupan mereka, maka para ulama memiliki status dan peran yang penting di masyarakat.
     Dalam usaha untuk menjaga keharmonisan dengan alam, masyarakat Tidore menyelenggarakan  berbagai jenis upacara adat. Di antara upacara tersebut adalah upacara Legu Gam Adat Negeri, upacara Lufu Kie daera se Toloku (mengitari wilayah diiringi pembacaan doa selamat), upacara Ngam Fugo, Dola Gumi, Joko Hale dan sebagainya.
     Untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, orang Tidore menggunakan bahasa Tidore yang tergolong dalam rumpun non-Austronesia. Dengan bahasa ini pula, orang Tidore kemudian mengembangkan sastra lisan dan tulisan.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, orang-orang Tidore banyak yang bercocok tanam di ladang. Tanaman yang banyak ditanam adalah padi, jagung, ubi jalar dan ubi kayu. Selain itu, juga banyak ditanam cengkeh, pala dan kelapa. Inilah rempah-rempah yang menjadikan Tidore terkenal, dikunjungi para pedagang asing Cina, India dan Arab, dan akhirnya menjadi rebutan para kolonial kulit putih.

Kemunduran Kerajaan Tidore
  Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah Diadu Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis danSpanyol ke luar Kepulauan Maluku.
     Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.